TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN PIDANA KEBIRI KIMIA TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM PERSPEKTIF FATWA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 2 TAHUN 2018 (S002582)

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN PIDANA KEBIRI KIMIA TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM PERSPEKTIF FATWA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 2 TAHUN 2018 (S002582)
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
2021
06-09-2021
Indonesia
Banda Aceh
Kejahatan Kesusilaan, Sex crimes
Kekerasan seksual, Kejahatan seksual, Pidana Kebiri, Kebiri kimia
Skripsi
S1 Ilmu Hukum
Hukum Pidana (S1)
Ya
Ya

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah disahkan menjadi Undang-Undang pada tanggal 9 November 2016. Pada pasal 81 Ayat (7) mengatur bahwa kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Hal ini menimbulkan pro kontra ketika untuk pertama kali adanya kasus kekerasan seksual pada anak yang pelakunya dihukum pidana tambahan berupa kebiri kimia, hal ini menjadi perhatian para ahli hukum maupun pakar agama. Salah satunya adalah fatwa dari Majelis Permusyawaratan Aceh yang secara tertulis mengatakan bahwa “Hukum Kebiri bagi Manusia pada dasarnya Haram”.

Tujuan penulisan skripsi ini untuk menjelaskan pandangan Hukum Pidana Islam tentang penerapan hukum kebiri dan penyebab diharamkannya kebiri di Aceh berdasarkan Fatwa Ulama Aceh.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, Data penelitian diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) guna memperoleh data sekunder dengan mempelajari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Berdasarkan Hukum Pidana Islam, Hukuman kebiri kimia (chemical castration) dikategorikan sebagai suatu hukuman yang jenis hukumannya belum ada dalam nash dan batasan minimal dan maksimal hukumannya ditentukan oleh hakim, sehingga dapat digolongkan sebagai hukuman ta’zir. Faktor penyebab diharamkan kebiri berdasarkan fatwa MPU Aceh menitikberatkan pada dalil - dalil naqli dan aqli, serta metode kebiri kimia yang dinilai akan merusak kodrat laki-laki menjadi perempuan yang mana dalam hal ini haram hukumnya serta menimbulkan efek buruk dari segi kesehatan.

Disarankan kepada Majelis Permusyawaratn Ulama Aceh lebih menarik banyak aspek dalam melihat suatu permasalahan hukum sebelum mengeluarkan fatwa agar fatwa yang dikeluarkan dapat sejalan dengan hukum positif yang berlaku.

edit_page


Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.