PENGAWASAN TUGAS HAKIM PENGADILAN NEGERI OLEH HAKIM PENGAWAS PENGADILAN TINGGI (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI ACEH) (T000350)
Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung termasuk dalam hal ini pengawasan internal atas tingkah laku hakim. Pengawasan terhadap hakim juga diatur dalam Keputusan Ketua MARI Nomor : KMA/080/SKNIII/2006 tentang Pedoman Pengawasan Peradilan. Namun kenyataan dalam pelaksanaan pengawasan terhadap hakim pengadilan negeri oleh hakim tinggi pengawas yang ditunjuk di wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang sistem pengawasan internal terhadap hakim pengadilan negeri dalam mewujudkan independensi hakim, hambatan dalam pelaksanaan pengawasan internal terhadap tugas hakim di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh dan konsekwensi terhadap hakim pengadilan tinggi yang tidak melaksanakan pengawasan.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dan guna memperoleh data sekunder dilakukan penelitian kepustakaan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, teori-teori yang berkaitan dengan pengawasan internal terhadap tugas hakim. Sedangkan untuk memperoleh data primer dilakukan penelitian lapangan dengan mewawancarai para responden dan informan yang terkait. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dan pengambilan kesimpulan dilakukan dengan pendekatan deduktif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengawasan internal terhadap hakim pengadilan negeri dilaksanakan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan Keputusan Ketua MARI Nomor : KMN080/SKNIIl/2006. Selain itu, di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh pelaksanaan .pengawasan dilakukan melalui .Penunjukan hakim pengawasan melalui SK Ketua PT Aceh Nomor 60/SK/KPT-BNNIV/2014 Tentang Penunjukan Hakim Tinggi Pengawas Daerah. Penerbitan SK tersebut dimaksud guna mewujudkan mengawasi tugas dan fungsi hakim khususnya perbuatan atau perilaku hakim yang dapat menodai kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, agar seorang hakim menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak memihak kepada salah satu pihak yang bersengketa dalam menjalankan tugas yustisialnya sehingga terwujud independensi hakim sebagaimana yang diharapkan. Hambatan dalam pengawasan internal terhadap hakim pengadilan negeri di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh antara lain kurangnya. keterbukaan dan transparansi dalam penanganan perkara, adanya kesan menutupi guna menjaga nama baik korps, kurang lengkapnya metode pengawasan dan tidak dijalankannya metode pengawasan yang ada secara efektif, kelemahan sumber daya manusia, karena penentuan seseorang menjadi pengawas tidak jelas, tidak melibatkan partisipasi publik serta rumitnya birokrasi yang harus dilalui untuk melaporkan/mengadukan perilaku hakim yang menyimpang untuk menutupi kelemahan-kelemahan pengawasan oleh Mahkamah Agung. Konsekwensi terhadap hakim pengadilan tinggi yang tidak melaksanakan pengawasan yang menjadi tanggung jawabnya sebagai hakim dan hakim tinggi pengawas adalah yang bersangkutan dapat dikenakan penjatuhan sanksi berupa teguran tertulis, pernyataan tidak professional dalam menjalankan tugas, pemberhentian sementara (hakim tanpa palu) dan pemberhentian dari kedinasan apabila terhadap yang bersangkutan tidak lagi dapat dilakukan pembinaan.
Disarankan kepada hakim tinggi pengawas agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar dapat menerapkan berbagai ketentuan hukum sesuai dengan tempatnya mengingat hakim sebagai penegak hukum mempunyai kedudukan yang amat penting dalam keberhasilan upaya penegakan hukum. Disarankan kepada hakim dengan kedudukannya sebagai kunci dalam upaya penegakan hukum agar dalam pelaksanaannya berpedoman pada ketentuan hukum tanpa pandang bulu artinya tidak memandang terhadap siapapun dan apapun objeknya. Disarankan agar Mahkamah Agung dan Komisis Yudisial agar dapat mengupayakan adanya koordinasi dalam penegakan hukum terhadap pelaku penyelenggaraan kekuasaan kehakiman termasuk dengan mengupayakan peningkatan sumberdaya hakim dan pengadaan sarana dan prasarana pendukung lainnya.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.