TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENYERTAAN MODAL DARI PEMERINTAH DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) DAN PERTANGGUNGJAWABANNYA (DT00033)

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENYERTAAN MODAL DARI PEMERINTAH DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) DAN PERTANGGUNGJAWABANNYA (DT00033)
Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
2018
22-01-2018
Indonesia
Banda Aceh
Tindak pidana korupsi, Criminal Law--Corrupt Practices, Investasi--Aspek Hukum, Investments--Criminal provisions
Pertanggungjawaban pidana, Tindak pidana korupsi, Penyertaan modal pemerintah
Disertasi
S3 Ilmu Hukum
Ilmu Hukum (S3)
Ya
-

Rumusan Pasal 33 UUD 1945 tersebut merupakan derivasi dari nilai-nilai ekonomi kerakyatan yang diabstraksikan dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam suku, ras dan budaya yang dikenal dengan kehidupan komunal akan tetap dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. Negara dalam mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila kelima dan pasal 33 UUD tahun 1945 khususnya dalam angka 2 (dua) yaitu: “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasasi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Maka untuk tingkat daerah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) salah satunya dengan mendirikan BUMD baik yang berbentuk perusahaan umum daerah dan perusahaan perseroan daerah. BUMD sebagai badan yang menerima modal daerah melalui penyertaan modal. Proses penyertaan modal dilakukan dengan tiga langkah yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap pertanggungjawaban. Pengelolaan modal daerah dari proses penyertaan modal yang dikelola oleh BUMD jarang yang berhasil untuk melayani publik dan meningkatkan pendapatan daerah dengan alasan selalu merugi. Ketika dalam pengelolaan modal daerah tersebut tidak mencapai tujuan atau merugi maka BUMD dan badan usaha pihak ketiga sering berlindung dengan alasan resiko bisnis.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah; bagaimanakah peraturan perundang-undangan tentang perusahaan daerah/BUMD sebelum dan sesudah UU no. 23 tahun 2014. Bagaimana terjadinya tindak pidana korupsi dalam penyertaan modal dari Pemerintah Daerah kepada BUMD. Siapa sajakah subjek hukum dan yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dalam terjadinya tindak pidana korupsi pada penyertaan modal dari Pemerintah Daerah kepada BUMD.

Menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan pendekatan untuk mendapatkan fikir yang khas yaitu juridisch denken dengan metode penelitian hukum normatif. Tujuan dari penelitian ini menemukan konsep tentang peraturan perundang-undangan tentang perusahaan daerah/BUMD sebelum dan sesudah UU No. 23 tahun 2014. Mengidentifikasi terjadinya tindak pidana korupsi dalam penyertaan modal dari Pemerintah Daerah kepada BUMD serta menemukan subjek hukum dan yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dalam terjadinya tindak pidana korupsi pada penyertaan modal dari Pemerintah Daerah kepada BUMD

Hasil penelitian; penyertaan modal mesti diatur dalam suatu peraturan pemerintah yang tersendiri dengan asas yang didasarkan pada asas undang-undang perbendaharaan negara dan undang-undang keuangan negara. Badan usaha milik daerah (BUMD) mesti diatur dalam undang-undang tersendiri dengan asas yang didasarkan pada peraturan pengelolaan pemerintah yang baik (good governance). Pengaturan penyertaan modal dan BUMD yang tersebar dalam beberapa aturan pokok yang bersifat staat wetgeving dan aturan tambahan aanvullend reglemen, dengan asas hukum yang beragam menyebabkan aturan tentang penyertaan modal dan BUMD tidak sistematis dan tidak fokus untuk mengatur proses penyertaan modal dan pengelolaan BUMD. Keadaan ini tidak sesuai dengan asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan sehingga berakibat pada rentan terjadinya tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi dalam penyertaan modal dari Pemerintah Daerah kepada BUMD dapat terjadi dalam tiga tingkatan yaitu, pertama: pada tahap perencanaan termasuk dalam kategori pada perbuatan persiapan dan perbuatan percobaan dalam area permulaan. Kedua: tindak pidana yang terjadi pada tahap pelaksanaan termasuk dalam kategori delik formil dan pelaksanan dalam area perbuatan (sebab). Perbuatan tersebut termasuk dalam kategori wedderechtelijke. Ketiga: proses pertanggungjawaban termasuk dalam kategori delik materiil pada akibat dari perbuatan atau area akibat. Ketiga kategori perbuatan tersebut dapat disatukan menjadi suatu pristiwa tindak pidana yang utuh dan sempurna dalam satu delik yang selesai apabila ketiga delik tersebut terjadi dalam satu waktu dan perbuatan tersebut lebih dekat dengan onrechtmatighde overheadaad. Bila terjadi tindak pidana dalam pengelolaan keuangan daerah oleh BUMD maka BUMD sebagai korporasi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, akan tetapi pertanggungjawaban pidana disandarkan pada pejabat, yang berhubungan dengan penyertaan modal, serta pengurus BUMD, badan usaha pihak ketiga dan pengurus badan usaha pihak ketiga.

Saran: agar dibentuk peraturan pemerintah tersendiri tentang penyertaan modal dengan mengacu pada asas pengelolaan keuangan negara/daerah serta dibentuk Undang-Undang tersendiri dalam mengatur BUMD dengan asas pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance). Agar dalam penanganan tindak pidana korupsi dalam hal penyertaan modal dari Pemerintah Daerah kepada BUMD dapat diatur perbuatan permulaan dan persiapan, delik formil dan delik materil secara terpisah maupun sebagai satu kesatuan delik yang sempurna dalam rumusan pasal-pasal korupsi atau juknis dan juklak penanganan perkara korupsi. Agar ada rumusan pasal korusi yang mewajibkan bahwa pertanggungjawaban pidana seharusnya untuk disandarkan kepada siapa saja pihak yang turut andil dalam terjadinya tidak pidana korupsi baik dari aspek perencanaan, pelaksanaan maupun pertanggungjawaban suatu proses pelaksanaan suatu kegiatan.

Kata kunci: penyertaan modal, BUMD, tindak pidana korupsi, pertanggungjawaban

edit_page


Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.