STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JANTHO NOMOR: 201/PID.B/2013/PN-JTH TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM HAL PEMBELAAN DIRI (S001173)
Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan “tidak pidana barang siapa yang melakukan perbuatan pembelaan untuk jiwa, Kerhomatan atau harta benda baik untuk diri sendiri maupun orang lain karena pengaruh daya paksa” dan Pembelaan” terpaksa yang melampai batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana”. Dalam putusan Nomor: 201/Pid.B/201-)PN-JTH terdakwa M. Jabar Bin (Alm) Mahmud dijatuhi hukumam pidana penjara 10 (sepuluh) tahun. Terdakwa merupakan orang yang mengalami kegoncangan jiwa yang hebat saat hendak membela diri, dengan dijatuhinya hukuman pidana penjara, maka mencerminkan bahwa majelis hakim tidak melihat adanya alasan pemaaf atas diri terdakwa.
Penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa dalam Putusun Nomor: 201/Pid.B/2013PN-JTH, hakim keliru menerapkan Pasal 338 KUHP karena tidak sesuai dengan fakta-fakta di persidangan dan tidak memenuhi asas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kasus. Jenis data yang digunakan yakni data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan yang mencakup dokumen-dokumen resmi seperti KUHP (Kltab Undang-Undang Hukum Pidana). undang-undang dan putusan pengadilan.
Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa majelis hakim tidak tepat menjatuhkan putusan 10 (sepuluh) tahun penjara terhadap terdakwa karena terdakwa merupakan orang yang melakukan pembelaan diri, Majelis hakim dalam memutuskan perkara tidak memperhatikan fnkta-fakta persidangan karena dari keterangan saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti surat (n'sum er repertum) kesemuanya menyatukan bahwa terdakwa melakukan pembelaan diri yang dilakukan secara berlebihan untuk menghindari serangnn korban yang suduh berulang. Dalam kondisi demikian majelis hakim hurusnyn memutuskan terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan penuntut umum karena adanya alasan pemaaf (noodweer exces) sebagaimana yang suduh pernah diputuskan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Putusun Nomor: I 03 K/Pid/_2012
Majelis hakim dalam memutuskan perkara hendaknya lebih memperhatikan fakta-Iukta di persidangan dun yurisprudensi untuk perkara-perkara yang sejenis.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.