PERDAGANGAN KARBON OLEH PEMERINTAH ACEH SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN HUTAN (S000333)
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan Konferensi tentang Lingkungan Hidup yang dibuka pada 5 Juni 1972 di Stockholm, dan melahirkan resolusi pembentukan UNEP (United Nations Environmental Program) yang merupakan motor pelaksana komitmen mengenai Iingkungan hidup dan telah melahirkan gagasan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development). Pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio De Janeiro, Brazil, pada 1992, adalah upaya global untuk mengkompromikan kepentingan pembangunan dan lingkungan sekaligus sebagai rintisan awal mekanisme pembiayaan penyerapan karbon. Indonesia ikut berperan aktif dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim sejak ditandatanganinya Konferensi Kerangka PBB tentang perubahan iklim UNFCCC ( United Nations Framework Convention on Climate Change) pada KTT Bumi tentang lingkungan dan pembangunan UNCED (United Nations Conference on Environment and Development) di Rio De Janeiro, Brasil pada tahun 1992, Konvensi tersebut kemudian diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1994. Gagasan perdagangan karbon (carbon trade) merupakan implementasi kesepakatan yang dicetuskan dalam Protokol Kyoto 1997. Indonesia meratifikasi Protokol Kyoto melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004. Dalam hal ini Pemerintah melihat keberadaan pasar untuk jasa usaha karbon melalui program pencegahan deforestasi sebagai salah satu altematif solusi dalam usaha pencegahan dan pengurangan deforestasi hutan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan peran Pemerintah Aceh dalam upaya pelestarian, perlindungan dan pengelolaan lingkungan terkait dengan perdagangan karbon sebagaimana diamanahkan oleh Undang-undang tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta menjelaskan hambatan dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Aceh.
Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan, metode ini dilakukan dengan mengumpulkan, membaca, mempelajari serta menganalisis konvensi, peraturan perundang-undangan, buku teks, surat kabar, data dan artikel yang di download dari internet yang mempunyai relevansi dengan masalah yang dibahas danjuga didukung dengan data-data dari hasil wawancara.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Pemerintah Aceh telah berperan dalam mengimbangi emisi gas karbon akibat kegiatan industri melalui kompensasi jasa lingkungan bagi pelestarian hutan dalam serangkaian tahapan. Adapun yang menjadi hambatan dalam mekanisme pembiyaaan perdagangan karbon di Aceh adalah kesiapan regulasi, organisasi, aturan main dalam kesepakatan perdagangan karbon masih terbatas, terlebih dalam skema perdagangan karbon yang melibatkan pihak mitra dari Negara Iain baik sebagai perantara maupun pembeli sehingga perlu dipersiapkan aspek kelembagaan dan infrastruktur. Sementara upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Aceh adalah membuka pemahaman bersama, sosialisasi dan memobilisasi sumberdaya lokal dalam rangka persiapan penurunan emisi karbon.
Disarankan kepada Pemerintah Aceh agar mempersiapkan aturan jelas, tepat dan baku mengenai pelaksanaan skema perdagangan karbon dcngan mengutamakan kepentingan masyarakat Aceh, baik melalui skema REDD (Reduced Emission from Deforestation and Forest Degradations maupun skema lainnya sehingga tujuan dari upaya pelestarian Iingkungan hutan itu sendiri dapat tercapai.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.