PENGANGKATAN LAQIETH (Anak TEMUAN) DAN PELAKSANAAN PERWALIANNYA (SUATU TINJAUAN YURIDIS BERDASARKAN HUKUM PERDATA, ADAT DAN HUKUM ISLAM) (T000148)
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal pasal 59 disebutkan bahwa pemerintah dan Iembaga negara Iainnya berkewajiban bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dan kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adektif lainnya (NAPZA) anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Laqieth (anak temuan) adalah anak kecil yang belum baliqh, yang diketemukan di jalan atau sesat di jalan dan tidak diketahui keluarganya, atau seorang anak yang dalam keadaan hidup dibuang oleh keluarganya karena takut kemiskinan atau menghindari tuduhan zina. Di Mahkamah Syar'iyah S igli ada 12 kasus mengangkatan anak/adopsi. Di Kata Banda Aceh di tahun 2008 ada 3 kasus, tahun 2007 ada 5 kasus, tahun 2006 sebanyak 4 kasus. Ada 3 kasus adopsi terhadap Iaqieth (anak temuan) di kecamatan Mila yang tidak di selesaikan di hadapan pengadilan melalui putusan hakim, namun diselesaikan melalui hukum adat setempat, di Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh ada 1 orang anak (laqieth) yang ditemukan atau ditinggal ibu di rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh kemudian anak itu diangkat oleh suami/istri yang belum mempunyai keturunan dan sampai saat ini anak itu sudah berusia lebih kurang 3 tiga tahun.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan hukum perdata, Islam dan Adat terhadap pengangkatan laqieth (anak temuan); proses pengangkatan anak di Mahkamah Syar iyah, Pengadilan Negeri dan di luar pengadilan; hubungan keluarga antara anak angkat dengan orang tua angkat; hubungan kekeluargaan/nasab antara anak angkat dengan keluarga orang tua angkat.
Metode Penelitian adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis, dengan lokasi penelitian kabupaten Pidie dan Kota Banda Aceh, penelitian ini bersifat deskriptif analisis, metode pengambilan sampel yaitu melalui responden dan informan, .adapun responden diambil yaitu Ketua dan Hakim Mahkamah Syar iyah Sigli dan Kota Banda
Aceh, Ketua dan Hakim Pengadilan Negeri Sigli dan Banda Aceh, Laqieth dan orang tua angkat di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Pidie. Sedangkan informan adalah KUA, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pendidikan dan tokoh agama di Kabupaten Pidie dan Kota Banda Aceh.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Islam mendorong seorang muslim untuk memelihara anak orang yang tidak mampu, miskin, terlantar, anak temuan dan lain-lain. Tetapi tidak boleh memutuskan hubungan dan hak-hak anak itu dengan orang tua kandungnya. Pemeliharaan itu harus didasarkan atas penyantunan semata-mata. Hukum Islam mengetahui adanya anak angkat, namun statusnya hukumnya tidak sama dengan anak kandung. Di dalam hukum Islam anak angkat dapat memperoleh harta meninggalan dari orang tua angkatnya berdasarkan wasiat, yang besarnya tidak boleh melebihi sepertiga bagian dari seluruh harta peninggalan. Apabila anak angkat (perempuan) terse but menikah, maka yang berhak menj adi wali nikah adalah ayah kandungnya, namun apabila tidak diketahui orang tua kandungnya maka yang bertindak sebagai wali nikahnya adalah wali hakim. Hukum adat juga sangat menghormati hak-hak dasar manusia, baik hak untuk hidup lebih Iayak, hak untuk mendapatkan pendidikan dan lain sebagainya, sehingga pengangkatan anak di dalam hukum adat sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan khususnya di Provinsi Aceh. Hubungan keluarga antara anak angkat dengan orang tua angkat, bagaimana pula pelaksanaan perwalian dan hak kewarisan. Fuqaha sepakat jika ada seorang muslim yang mengakui seorang anak sebagai anaknya, dan dia yakin bahwa anak tersebut bukan anak orang lain, nasab anak terse but dapat dinisbahkan kepadanya. Ketika ditetapkan seorang ยท anak, baik berupa nafkah, pendidikan dan hak waris. Apabila tidak ada orang yang mengakui anak tersebut sebagai anaknya, maka dia tetap berada di tangan orang yang menemukannya. Orang tersebut menjadi walinya, dan kewajibannya mendidik, Hubungan kekeluargaan/nasab antara anak angkat dengan keluarga orang tua angkat, permasalahan nasab dalam Hukum Islam sangat jelas baik yang diutarakan dalam al-Qur'an maupun dalam al-Hadist, karena pengaruh terhadap nasab sangat besar yaitu menyangkut garis keturunan, kewarisan, dan Iainnya. Hubungan nasab anak angkat dengan keluarga orang tua angkat sejauh tidak bertentangan dengan agama tetap berlaku bagi hukum adat.
Pengangkatan anak melalui pengadilan lebih kuat landasan hukumnya daripada pengangkatan Iaqieth (anak temuan) melalui hukum adat, namun praktek yang terjadi di Kabupaten pidie dan Kota Banda Aceh lebih banyak memilih hukum adat daripada pengadilan, karena lebih singkat prosesnya. Pemerintah Aceh khususnya Kabupaten Pidie. dan Kota Banda Aceh lebih serius memperhatikan pengangkatan anak (laqieth) agar hak dan kewajiban anak dapat terpenuhi sebagaimana mestinya.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.