BAGIAN ANAK PEREMPUAN DARI HARTA WARISAN (STUDI KASUS DI WILAYAH MAHKAMAH SYAR’IYAH PROV.NAD) (T000040)
Berdasarkan Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yang dituangkan dalam lnstruksi Presiden RI Nomor : I Tahun 1991 menentukan, bahwa : "Anak perempuan bila hanya seorang, ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan ", Kompilasi Hukum Islam Pasal 176 tersebut, di Ilhami oleh Firman Allah SWT sebagaimana tersebut dalam Surat An-Nisa' ayat 11 yang artinya : " ...Bila anak perempuan itu sendirian, maka ia mendapat bagian harta seperdua ... ". dan ketentuan tersebut, apabila anak perempuan berkedudukan sebagai ahli waris Ashabul Furudh. Akan tetapi, hak I bagian anak perempuan dalam penerimaan harta peninggalan atau harta warisan dari yang meninggal dunia dalam kenyataannya berbeda dengan ketentuan yang berlaku dan diatur sebelumnya. Dalam praktek ditemui beberapa Putusan Mahkamah Agung RI yang menetapkan anak perempuan menghijab Hirman (artinya ada pihak-pihak yang terhalangi oleh anak perempuan untuk memperoleh harta warisan) terhadap semua saudara. Padahal sesungguhnya anak perempuan tunggal tidak mungkin berkedudukan sebagai Ashabah yang dapat menghabiskan harta peninggalan pewaris. Praktek tersebut merupakan perkembangan hukum yang menarik perhatian para ahli hukum. Putusan Mahkamah Agung RI tersebut tentunya akan menjadi suatu Yurisprudensi yang diharapkan kedepan menjadi suatu hukum positif. Kenyataan ini dapat dilihat dari putusan-putusan Pengadilan Agama dan Mahkamah Agung RI dari tahun I 990 sampai dengan tahun 2004.
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan tesis ini adalah untuk menjelaskan mengenai bahagian/hak kewarisan anak laki-laki dan anak perempuan menurut Hukum Kewarisan Islam, untuk mengetahui dan menjelaskan faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan antara hak anak perempuan dalam praktek dengan hak yang diatur dalam ketentuan yang berlaku, dan untuk menjelaskan yang menjadi dasar hukum yang melandasi pertimbangan hakim dalam menetapkan kedudukan ahli waris anak perempuan sama dengan anak laki-laki.
Penelitian ini bersifat diskriptif analitis, yang akan menggambarkan dan menguraikan tentang berbagai alasan yang menyebabkan anak perempuan dapat menghabiskan harta warisan. Data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah berupa
Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan dengan memakai metode wawancara dan I atau kuisioner baik dengan sistem tertutup maupun dengan sistem terbuka kepada responden dan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan, baik berupa buku-buku: majalah, literatur-literatur,, yurisprudens1, peraturan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian terdahulu dan dokumen-dokumen
kepustakaan lainnya.
Sampai saat ini di Indonesia masih berlaku tiga Sistem hukum yang menjadi rujukan dalam penyelesaian sengketa kewarisan di Pengadilan, yaitu Sistem Hukum Barat Sistem Hukum Adat dan Sistem Hukum Islam. Dalam Sistem hukurn Islam yang bersumber dari kajian Fiqih Klasik dan kemudian diadopsi oleh hukum Nasional sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam yang dituangkan dalam lntruksi Presiden RI Nomor: I Tahun 1991. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, hak I bagian kewarisan anak laki-laki dan anak perempuan menurut Hukum Kewarisan Islam dan Kompilasi Hukum Islam, adalah dua berbanding satu (2: 1 ), artinya hak anak laki-laki dalam penerimaan harta warisan adalah dua bagian, sedangkan hak anak perempuan adalah satu bagian dari harta peninggalan tersebut, setelah semua harta dibagikan kepada ahli waris yang lain. Faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan antara hak anak perempuan yang diterima dengan hak yang diatur dalam ketentuan yang berlaku adalah adanya musyawarah dalarn keluarga dan adanya pemberian secara hibah kepada anak perempuan, khususnya menyangkut dengan keberadaan tanah dan rumah di atasnya. Sedangkan Dasar hukum yang melandasi pertimbangan hakim dalam menetapkan kedudukan ahli waris anak perempuan sama dengan anak laki-laki adalah Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dikuatkan pula dengan pendapat lbnu Abbas yang menafsirkan ayat 176 Surat An-Nisa' yang berpendapat, pengertiannya mencakup baik anak laki-laki maupun anak perempuan.
Asas kewarisan yang digariskan oleh Al-Qur'an sangatlah adil dan objektif. Sistem kewarisan dalam Hukum Islam sangat bijaksana, karena itu sistem hukum Islam mencegah terjadinya pemusatan harta warisan pada kelompok tertentu. Semua ahli waris mempunyai hak yang sama sesuai ketentuan hukum, untuk memperoleh bagian dari harta warisan, tidak ada dominasi atas kepemilikan warisan. Pewaris dibatasi oleh Syari'at dalam menentukan siapa yang berhak mewarisi hartanya dan berapa besar bagian yang mesti diberikannya. Ketentuan ini mencegah terjadinya perpindahan harta warisan kepada orang tertentu sesuai kecendrungan hati pewaris, atau pengambilalihan seluru harta peninggalan oleh ahli waris yang tidak sah. Sasaran hukum kewarisan dalam Syari'at Islam adalah untuk kemaslahatan dan sebagai pelipur Iara hati para ahli waris atas kepergian orang yang mereka cintai. Harta warisan tidak boleh berubah menjadi bencana atas duka mereka. Wasiat tidak dilarang dalam Syari'at. Namun Islam membatasi maksimal sepertiga dari harta pewasiat dan tidak boleh ditujukan kepada ahli warisnya. Hiba dibenarkan oleh hukum Islam,. akan tetapi harus dengan persetujuan dari seluruh ahli waris dan diperhitungkan sebagai hak I bagian dari warisan.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.