PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (T000246)
Pasal 32, 33, 34 dan 3 8C Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan bahwa salah satu unsur mendasar tindak pidana korupsi adalah adanya kerugian keuangan negara. Konsekuensinya, pemberantasan korupsi tidak semata-mata bertujuan agar koruptor dipidana penjara (detterence effect), namun dalam adanya ketentuan tersebut belum juga dapat merealisasikan pengembalian kerugian Negara akibat tindak pidana korupsi belum juga maksimal.
Tujuan penulisan tesis ini adalah pengaturan pengembalian keuangan negara dari tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 dan konsep ideal pengaturan tindak pidana korupsi kaitannya dengan pengembalian kerugian negara.
Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, yang menguraikan tentang berbagai pengaturan tentang mekanisme pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan pengembalian keuangan negara dari tindak pidana korupsi telah ada pengaturannya dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 dapat dilakukan melalui aspek hukum pidana, yaitu dengan (1) Perampasan barang bergerak/tidak bergerak, (2) Pembayaran uang pengganti, (3) Pidana denda, (4) Penetapan perampasan barang terdakwa meninggal dunia (peradilan in absentia) dan (5) Putusan perampasan harta benda yang tidak dapat dibuktikan asalnya oleh terpidana, namun ketentuan tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya dalam hal pengembalian kerugian keuangan negara dari tindak pidana korupsi. Konsep ideal pengaturan tentang tindak pidana korupsi dan kaitannya dengan pengembalian kerugian keuangan negara dapat dilakukan dengan konsep yang telah ada dalam UU Tindak Pidana Korupsi yaitu melalui aspek pidana dan perdata serta perampasan asset korupsi. Pengembalian kerugian keuangan negara melalui aspek keperdataan perlu lebih didahulukan agar pengembalian kerugian negara dapat dimaksimalkan. Dalam hal asset korupsi yang berada di luar negeri dapat dilakukan menurut standar Konvensi Anti Korupsi 2003, di mana pengembalian kerugian akibat korupsi dapat dilakukan secara langsung, melalui gugatan perdata ke pengadilan, menghukum untuk membayar kompensasi atau ganti rugi dan mengambil/melakukan penyitaan. Pengembalian aset secara tidak langsung dapat juga dilakukan melalui proses kerjasama internasional atau kerjasama untuk melaksanakan penyitaan.
Disarankan kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan agar dapat melakukan upaya pengembalian kerugian negara akibat korupsi melalui gugatan perdata dan perampasan aset korupsi sesuai dengan ketentuan yang telah ada di samping melakukan pembaharuan dalam ketentuan UU anti Korupsi setelah dilakukan ratifikasi Konvensi Anti Korupsi Tahun 2003. Disarankan agar aparat penegak hukum lebih memprioritaskan penyelesaian perkara korupsi melalui gugatan perdata dan perampasan asset korupsi dapat dijadikan media utama dalam pengembalian kerugian keuangan Negara, namun tidak mengesampingkan penjatuhan pidana bagi pelaku guna memberikan efek jera dan shok terapi bagi pelaku tindak pidana korupsi.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.