PENGEMBALIAN BARANG BUKTI BERUPA ALAT ANGKUT KEPADA PEMILIKNYA DALAM TINDAK PIDANA KEHUTANAN (T000214)
Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan "semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagai mana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk negara" Selanjutnya dalam penjelas Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dijelaskan bahwa "Yang termasuk alat angkut, antara Iain kapal, tongkang, truk, trailer, ponton, tugboat, perahu layar, helikopter, dan lain-lain". Namun dalam praktek peradilan khususnya di Pengadilan Negeri Meulaboh sejak bulan Janari 2006 sampai bulan Oktober 2010, terdapat 42 (empat puluh dua) perkara tindak pidana kehutanan dan dari 42 (empat puluh dua) perkara tindak pidana kehutanan tersebut terdapat 6 (enam) perkara tindak pidana kehutanan barang bukti berupa alat angkut dikembalikan kepada pemiliknya.
Penelitian dan pengkajian ini bertujuan, menjelaskan rasa keadilan bagi pihak ketiga yang beritikat baik apabila alat angkut miliknya dirampas untuk negara, pertimbangan hakim mengembalikan barang bukti kepada pemiliknya, dan upaya hukum yang ditempuh oleh pemiliknya apabila harta bendanya berupa alat angkut dalam tindak pidana kehutanan dirampas untuk negara.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada penelitian data kepustakaan atau yang disebut data sekunder, serta melihat peraturan perundang-undangan terkait dan putusan-putusan pengadilan serta yuridis empiris. Sumber data adalah bahan hukum primair, sekunder dan tertier (penunjang). Data yang diperoleh, baik dari bahan-bahan hukum tersebut, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif, yaitu analisis isi untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk deskriptif analitis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, perampasan untuk negara terhadap barang bukti berupa alat angkut milik pihak ketiga yang beritikat baik dalam tindak pidana kehutanan tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dan telah mengorbankan hak orang yang beritikat baik. Kedua, berdasarkan rasa keadilan bagi masyarakat maka hakim dapat mengembahkan barang bukti berupa alat angkut milik pihak ketiga yang beritikat baik dalam tindak pidana kehutanan. ketiga, Pemilik yang beritikat baik dimana harta bendanya berupa alat angkut yang dijadikan barang bukti dalam tindak pidana kehutanan, apabila barang bukti dirampas untuk negara, maka dapat mengajukan gugatan secara perdata melalui Pengadilan Negeri untuk menuntut negara yang diwakili oleh Jaksa Penuntut Umum supaya barang bukti tersebut dikembalikan kepada pemiliknya tersebut.
Disarankan agar apabila terdapat bukti bahwa pemilik dari barang bukti dalam tindak pidana kehutanan adalah pihak ketiga yang beritikat baik, maka sebaiknya hakim mengembalikannya barang bukti tersebut kepada pemiliknya tanpa perlu menunggu pemiliknya itu mengajukan gugatan ke pengadilan negeri, dalam hal mengembalikan barang bukti tindak pidana kehutanan kepada pemiliknya sebaiknya hakim memberikan pertimbangan yang baik dan lengkap sehingga masyarakat menjadi mengerti alasan-alasan yang dijadikan pertimbangan dalam pengembalian itu serta tidak menimbulkan kecurigaan-kecurigaan mengenai sebab dikembalikannya barang bukti tersebut, pemerintah dan legislatif dalam membuat sebuah produk perundang-undangan sebaiknya lebih mengedepankan tujuan keadilan walaupun tujuan kepastian hukum dan kemanfaatanjuga tidak boleh terlupakan.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.