KEWENANGAN KLARIFIKASI DAN EVALUASI MENTERI DALAM NEGERI TERHADAP PERATURAN GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (T000220)
Pelaksanaan otonomi di Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pada UUD 1945 amandcmcn kcdua Pasal 18 ayat (2) yang mcnyebutkan bahwa: "Pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan." Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, yang meliputi politik luar negeri, pertahanan, kcamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional. Dalam pelaksanaan otonomi tersebut Pemerintah melaksanakan pengawasan terhadap produk hukum daerah, termasuk peraturan gubernur pengawasan tersebut berupa pengawasan preventif (evaluasi) dan pengawasan represif (klarifikasi). Karena itulah perlu dikaji apakah kewenangan Menteri Dalam Negeri dalam melakukan evaluasi dan klarifikasi terhadap peraturan gubernur sesuai dengan prinsip otonomi daerah dan apa akibat hukum terhadap peraturan gubernur yang tidak dilakukan evaluasi dan klarifikasi oleh Menteri Dalam Negeri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah kewenangan Menteri Dalam Negeri dalam melakukan klarifikasi dan evaluasi peraturan gubernur sesuai dengan konsep otonomi daerah dan untuk mengetahui akibat hukum dari peraturan gubernur yang tidak dilakukan klarifikasi atau evaluasi oleh Menteri dalam negeri. Dengan penelitian ini, secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan hukum, khususnya Hukum Tata Negara; dan secara praktis dapat menjadi sumbangan bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dan konseptual. Sumber data penelitian terdiri dari bahan hukum primer,dan bahan hukum sekunder. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan teknik kepustakaan atau studi dokumen. Lazimnya dalam penelitian hukum normatif, data yang telah dikumpulkan baik data bahan hukum primer maupun sekunder akan dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara preskriptis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Pengawasan peraturan gubernur terbagi dalam 2 bentuk yakni pengawasan preventif dalam bentuk evaluasi dan pengawasan represif dalam bentuk klarifikasi. Konsekwensi pengawasan tersebut bermuara pada pembatalan peraturan gubernur. Parameter uji materi pengawasan adalah kesesuaiannya dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan keselarasannya dengan kepentingan umum. Pembatalan peraturan gubernur dapat berupa pembatalan seluruhnya atau sebagian yaitu berupa bab atau pasal. Keberatan terhadap pembatalan tersebut dapat diajukan kepada Mahkamah Agung disertai alasan yang jelas dan sesuai peraturan perundang-undangan. Peraturan gubernur yang tidak dilakukan evaluasi atau klarifikasi adalah cacat hukum karena tidak memenuhi prosedur pembentukan produk hukum daerah yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, jadi konsekuensinya peraturan gubernur tersebut dapat dibatalkan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Saran yang direkomendasikan adalah Pelaksanaan otonomi daerah haruslah mampu menjamin kehannonisan hubungan pusat dan daerah. Oleh karena itu hendaklah Pemerintah memberikan kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah daerah agar pemerintah daerah dapat menyelenggarakan rumah tangganya secara Iebih mandiri dan mampu mengaktualisasikan diri secara maksimal dengan memperhatikan kebutuhan riil di daerah. Peraturan gubernur merupakan penjabaran dari suatu peraturan daerah (perda), oleh karena itu hanya menjabarkan secara jelas dan rinci apa yang telah diatur atau ditetapkan dalam perda, artinya suatu peraturan gubernur bukanlah suatu norma hukum yang dapat berdiri sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, semestinya terhadap peraturan gubernur tidak perlu dilakukan evaluasi dan klarifikasi, karena induk dari peraturan gubemur (perda) telah dilakukan evaluasi dan/atau klarifikasi.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.