PENERAPAN SANKSI PERAWATAN DAN RAHABILITASI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI KASUS WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH) (T000198)
Pasal 54 jo Pasal 103 Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UUN) menentukan bahwa hakim dapat menetapkan putusan berupa penerapan sanksi perawatan dan rehabilitasi bagi pecandu narkotika. Hal ini juga diperkuat dengan adanya ketentuan dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009 dan Nomor 4 Tahun 2010 sebagai pelaksana teknis dari ketentuan UUN. Namun dalam praktek di ketentuan UUN tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk menjelaskan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika, faktor penerapan sanksi perawatan dan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika belum terlaksana dan hambatan yang dihadapi dalam penerapan sanksi perawatan dan rehabilitasi menurut oleh penegak hukum.
Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, yang menguraikan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penerapan sanksi pidana bagi pelaku penyalahgunaan narkotika melalui upaya rehabilitasi dan perawatan di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh belum berjalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Surat Edaran Mahkamah Agung. Hal ini menunjukkan bahwa ketentuan mengenai sanksi rehabilitasi dan perawatan bagi pecandu narkotika masih belum dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam memutuskan pidana bagi pelaku penyalahgunaan narkotika walaupun ketentuan undang-undang menghendaki hakim yang memeriksa perkara pencandu narkotika untuk memutuskan sanksi pidana bagi pelaku untuk menjalani perawatan dan rehabilitasi. Faktor penerapan sanksi perawatan dan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika belum terlaksana adalah karena pelaku penyalahgunaan narkotika merupakan residivis karena pelaku telah berulangkali melakukan tindak pidana tersebut, faktor perbuatan pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan untuk mencari keuntungan dan faktor kurangnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap sanksi perawatan dan rehabilitasi serta kurangnya sumber pembiayaan dalam
pelaksanaan sanksi perawatan dan rehabilitasi. Hambatan yang dihadapi oleh aparatur penegak hukum dalam menerapkan sanksi perawatan dan rehabilitasi adalah adanya keharusan hakim memilah kasus perkasus sehingga menghambat penyelesaian kasus, adanya petunjuk teknis saling tumpang tindih, adanya persepsi pidana penjara lebih efektif dari rehabilitasi, kurangnya kerja sama dengan instansi terkait lainnya dan tidak tersedianya sarana pendukung seperti unit pelaksana teknis perawatan dan rehabilitasi termasuk rumah sakit ketergantungan obat dan panti rehabilitasi depsos RI dan unit pelaksana tugas daerah (UPTD) dan kurangnya dana bagi pembiayaan dalam pelaksanaan perawatan dan rehabilitasi.
Disarankan kepada aparat penegak hukum khususnya bagi hakim yang berwenang memberikan putusan terhadap pelaku agar dapat mengupayakan penerapan putusan perawatan dan rehabilitasi terhadap pengguna narkotika sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk dengan melaksanakan fungsi wasmat dengan baik. Disarankan agar dalam penyelesaian kasus pecandu narkotika dapat melibatkan instansi terkait lainnya seperti pihak laboratorium dan rumah sakit guna memudahkan dalam penjatuhan pidana guna memberikan dukungan bagi aparat penegak hukum dalam pengambilan keputusan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika. Kepada pemerintah melalui instansi terkait agar dapat mengupayakan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk penyelenggaraan atau pelaksanaan putusan perawatan dan rehabilitasi bagi pencandu Narkotika termasuk dalam hal ini menyediakan dan pembiayaan dalam pelaksanaannya.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.