PEMERIKSAAAN OLEH HAKIM TERHADAP PENGGABUNGAN GUGATAN PERCERAIAN DAN HARTA BERSAMA (STUDI KASUS DI MAHKAMAH SYAR'IYAH BANDA ACEH) (T000187)
Apabila telah terjadi akad nikah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, maka sejak saat itu harta yang diperoleh oleh pasangan suami isteri tersebut merupakan harta bersama tanpa melihat siapa yang mempunyai andil dalam memperoleh harta tersebut. Apabila terjadi perceraian atau perkawinan mereka putus, maka masing-masing pihak berhak memperoleh setengah dari harta bersama tersebut dan apabila kedua belah pihak tidak dapat menyelesaikan masalah pembagian harta bersama tersebut melalui musyawarah maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Syar' iyah/Pengadilan Agama. Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menentukan bahwa "Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap". Penggabungan gugatan perceraian dan harta bersama berdasarkan Pasal 86 ayat (1) UU Nomor. 7 Tahun 1989 tersebut ternyata berlaku asas yang berbeda. Perkara perceraian berlaku asas khusus, yaitu ada kalanya tertutup untuk umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1989 "Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup". Sedangkan untuk semua jenis perkara lainnya berlaku asas umum, yaitu pemeriksaan dalam sidang terbuka untuk umum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 59 ayat (1), "Sidang pemeriksaan terbuka untuk umum".
Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan alasan para pihak melakukan penggabungan gugatan perceraian dan harta bersama untuk mengetahui dan menjelaskan pertimbangan hakim dalam menentukan cara pemeriksaan perkara perceraian dengan harta bersama serta untuk menjelaskan hambatan yang terjadi pada pemeriksaan penggabungan perkara perceraian dengan harta bersama.
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Deskriptif dalam arti bahwa penelitian ini ingin memberikan gambaran terhadap suatu aturan hukum dan praktek pelaksanaannya dalam masyarakat, khususnya Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh. Sedangkan analisis dalam arti bahwa hasil yang diperoleh dengan melakukan analisis terhadap data yang ada, sedangkan data primer diperoleh dari lapangan yang merupakan data empris yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan oleh hakim terhadap penggabungan gugatan perceraian dengan harta bersama, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan data, mencatat dalam kartu-kartu yang berisi kutipan langsung, ringkasan maupun ide-ide yang didapat dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, jumal, surat kabar harian dan mingguan, putusan pengadilan, dan tulisan yang berhubungan.
Berdasarkan hasil penelitian yang ielah dilakukan di Mahkamah Syar' iyah Banda Aceh dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 terhadap penggabungan perkara perceraian dengan harta bersama ditemukan ada 22 kasus, hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim dalam memeriksa perkara penggabungan gugatan cerai dan harta bersama adakalanya dilakukan secara tertutup saja karena perkara gugatan harta bersama dianggap hams mengikut perkara pokok yaitu persidangan harus dilakukan tertutup untuk umum, tetapi adakalanya hakim melakukan pemeriksaan perkara gugatan cerai secara tertutup, baru kemudian memeriksa perkara gugatan harta bersama dengan cara terbuka untuk umum.
Diharapkan kepada hakim Mahkamah Syar'iyah yang mengadili perkara gugatan cerai dan gugatan harta bersama yang diajukan secara bersamaan harus selalu memperhatikan asas kepentingan para pihak dan menyangkut dengan pembagian harta bersama, hams benar-benar memberi ketegasan dan kejelasan mengenai hak masing-masing pihak dalam pembagian harta bersama tersebut.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.