PERADILAN IN ABSENTIA PADA PERKARA TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA (T000713)
Indonesia merupakan negara hukum demokratis yang menjamin hak-hak warga negara sebagai bagian dari pemenuhan hak asasi manusia. Pada perkara tindak pidana pemilu yang berdasarkan tahapan pembuktian dalam pemeriksaan di sidang pengadilan merupakan suatu proses untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Hakim diperkenankan untuk melakukan pemeriksaan secara in absentia. Pasal 482 ayat (1) Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan bahwa “Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara dan dapat dilakukan dengan tanpa kehadiran terdakwa”. Implementasi pelaksanaan secara in absentia tersebut berdampak karena tidak terpenuhinya hak asasi manusia pada terdakwa yang tidak memiliki kesempatan untuk dapat melakukan upaya pembelaan atas tindak pidana pemilu yang dituduhkan kepadanya selama proses persidangan di tingkat pertama, sehingga berakibat pada hilangnya hak-hak terdakwa.
Penelitian ini bertujuan, untuk menjelaskan dan menganalisis konsepsi pemberlakuan in absentia dalam perkara tindak pidana Pemilu dan untuk ntuk menjelaskan serta menganalisis pemenuhan hak asasi manusia bagi terdakwa yang in absentia pada persidangan tindak pidana Pemilu.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka seperti Pendekatan perundang-undangan (statute Approach), Pendekatan Historis (Historical approach), Pendekatan Kasus (Case Approach) dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Kajian analisis ini akan didukung dengan teori negara hukum, teori hak asasi manusia, teori sistem peradilan pidana dan teori keadilan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsepsi pemberlakuan in absentia dalam perkara tindak pidana pemilu, sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 482 ayat (1) menimbulkan kesan UU memaksakan aparat penegak hukum untuk dengan segera menyelesaikan satu perkara tindak pidana pemilu dalam waktu 7 (tujuh) hari dan apabila dianggap perlu maka hakim dapat bersidang di malam hari padahal tidak ada aturan teknis yang mengatur in absentia secara jelas. Penyelesaian tersebut berdampak pada hak-hak terdakwa yang terabaikan oleh UU Pemilu. UU pemilu memperbolehkan tidak hadirnya terdakwa dalam persidangan.in absentia pada prinsipnya bertentangan dengan tujuan dasar dari negara hukum, yaitu unsur persamaan di depan hukum yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan setiap orang berhak mendapat perlakuan hukum yang sama (equality before the law) sebagaimana yang termuat dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga telah dilanggar dalam penerapan in absentia tersebut dan pemberlakuan in absentia juga tidak memberikan ruang pada terdakwa untuk mendapatkan hak memperoleh keadilan, kepastian hukum dan persamaan di hadapan hukum. Padahal ketentuan dan jaminan HAM tersebut telah termuat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
Disarankan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait pemberlakuan in absentia dalam perkara pemilu karena bertentangan dengan UU lainnya. Agar implementasi UU pemilu tidak mencederai hak asasi manusia bagi terdakwa dalam mencari keadilan dan disarankan kepada Penuntut Umum untuk dapat memastikan kehadiran terdakwa dimuka persidangan sebelum perkara tercatat dalam buku register perkara Pengadilan Negeri, hal tersebut bertujuan agar terpenuhinya hak-hak terdakwa di muka persidangan.
Kata Kunci: In Absentia, Pemilihan Umum, Hak Asasi Manusia
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.