EKSISTENSI PEMBUKTIAN OPERASI TANGKAP TANGAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA (T000734)

EKSISTENSI PEMBUKTIAN OPERASI TANGKAP TANGAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA (T000734)
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
2020
28-09-2020
Indonesia
Banda Aceh
Tindak pidana korupsi, Bukti (Hukum), Evidence (Law), Criminal Law--Corrupt Practices
Tindak pidana korupsi, Pembuktian pidana, Operasi tangkap tangan, Hukum pembuktian
Tesis
S2 Ilmu Hukum
Hukum Pidana (S2)
Ya
-

Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan upaya konkret untuk menjerat pelaku korupsi. Kasus yang terungkap melalui OTT tiap tahunnya meningkat, pada tahun 2018 terdapat 28 kasus. Dari 28 kasus tersebut KPK menetapkan 108 orang sebagai tersangka. Kasus yang ditangani KPK melalui OTT rata-rata memvonis terdakwa bersalah. Namun demikian, OTT masih menjadi polemik keberadaannya. Sehingga jangan sampai penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi dilakukan dengan kejahatan pula. Polemik ini bisa dilihat bahwa dalam KUHAP sendiri tidak akan ditemukan istilah operasi tangkap tangan, yang ada hanyalah tertangkap tangan dan penangkapan.

Maka permasalahan hukum dalam tulisan ini: Pertama, Apakah keberadaan pembuktian melalui OTT sesuai dengan KUHAP. Kedua, bagaimanakah kekuatan pembuktian alat bukti yang didapatkan melalui OTT. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan sesuai atau tidak perbuatan KPK dalam melakukan OTT dan untuk mengetahui kekuatan alat bukti yang diperoleh melalui OTT.

Metode penelitian ini adalah kepustakaan atau yuridis normatif dengan menggunakan teori HAM, teori pembuktian dan teori kepastian hukum sebagai analisisnya. Sementara pendekatan yang digunakan pada penelitian ini melalui pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa objek operasi tangkap tangan sesuai dengan objek tertangkap tangan dalam KUHAP maka keberadaan OTT adalah legal, perbedaan keduanya terletak pada OTT yang diawali dengan penyadapan sebagaimana kewenangan yang diberikan UU kepada KPK yang termaktub dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berkaitan dengan kekuatan alat bukti yang diperoleh melalui OTT seperti penyadapan misalnya menjadi alat bukti petunjuk yang kuat, akurat, dimana terdakwa tidak bisa membantah ketika alat bukti hasil dari penyadapan dibuktikan pada persidangan kasus tindak pidana korupsi.

Disarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi harus lebih mengedepankan upaya pencegahan dibanding dengan penindakan langsung.

Kata kunci: Eksistensi, Pembuktian, Operasi tangkap tangan, Tindak Pidana Korupsi.

edit_page


Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.