PERLINDUNGAN PEMEGANG HAK PATEN TERHADAP PRAKTIK BIOPIRACY DI INDONESIA (S002630)
Pasal 26 Undang-undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten mengatur tentang biopiracy yaitu pencurian keanekaragaman hayati yang merupakan pelanggaran Paten. Praktik biopiracy menyebabkan kerugian ekonomi secara langsung bagi negara Indonesia dan masyarakat yang memiliki kekayaan hayati di daerah tersebut. Selain itu, bentuk praktik biopiracy juga dapat berupa pencurian berbagai produk alami dan memperjualbelikannya tanpa memberikan keuntungan atas hak Paten atau hak kekayaan intelektual negara sumber kekayaan hayati tersebut. Di Indonesia, Paten diatur dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016. Dalam UU Paten pada Pasal 26 ayat (1) dan (3) diatur mengenai perlindungan terhadap sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional melalui prinsip Acces and Benefit Sharing (ABS) dan Prior Informed Consent (PIC). Kedua prinsip dalam UU Paten ini menjadi acuan dalam melindungi keanekaragaman hayati di Indonesia.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana UU Paten telah mengakomodir perlindungan kepada pemegang hak Paten berkaitan dengan biopiracy di Indonesia dan untuk mengetahui serta menjelaskan hambatan dan tantangan belum optimalnya perlindungan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional dari praktik biopiracy di Indonesia
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif. Data utama diperoleh melalui data sekunder/data kepustakaan (library research). Sumber data berasal dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan analisis (analytical approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Penelitian ini memanfaatkan hasil ilmu-ilmu empiris sebagai ilmu bantu (hulp wetenschap) sehingga tidak mengubah hakikat ilmu hukum sebagai ilmu normatif.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan pemegang hak Paten berkaitan dengan biopiracy telah diatur pada Pasal 26 ayat (1) dan (3) UU Paten. Dalam Pasal tersebut menegaskan terkait prinsip Acces and Benefit Sharing, dan Prior Informed Consent, dan menjadi dasar yang kuat dalam memberikan peluang baru untuk melindungi hak masyarakat lokal dan pencegahan terhadap praktik biopiracy. Belum optimalnya perlindungan terhadap sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional dari praktik biopiracy di Indonesia disebabkan karena tidak ada database terkait sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional, belum optimalnya pengawasan terhadap peneliti asing yang datang ke Indonesia, hingga kurangnya pemahaman atau kesadaran masyarakat terhadap bahayanya praktik eksploitasi keanekaragaman hayati (biopiracy). Ketiga hal tersebut merupakan urgensi saat ini untuk memaksimalkan perlindungan terhadap sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional dari praktik biopiracy.
Disarankan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta masyarakat agar semakin menyadari dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional. Lemahnya pemahaman terkait Paten menjadi masalah yang sangat serius bagi negara Indonesia yang masih berkembang dengan keanekaragaman hayatinya. Pemerintah Daerah juga harus tanggap dalam pencegahan terhadap praktik biopiracy melalui Peraturan Daerah terkait perlindungan kenaekaragaman hayati, penguatan database terkait sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional, pengoptimalan pengawasan terhadap peneliti asing yang datang ke Indonesia, dan memberikan pemahaman dengan cara sosialisasi kepada seluruh masyarakat terutama masyarakat adat tentang bahayanya praktik biopiracy melalui media sosial, seminar, dan sosialisasi langsung terhadap daerah- daerah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.