PENERAPAN QANUN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT TERHADAP PROSTITUSI ONLINE DI KOTA BANDA ACEH
Prostitusi atau pelacuran merupakan salah satu masalah sosial yang kompleks, mengingat prostitusi merupakan peradaban yang termasuk tertua di dunia dan hingga saat ini masih terus ada pada masyarakat kita. Menurut Pasal 33 (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat menyatakan bahwa, “Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Zina, diancam dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 100 (seratus) kali”. Aturan ini berlaku secara khusus di Aceh atas beberapa keweangan yang diberikan oleh Pemerintah pusat. Perkara prostitusi online yang terjadi Kota Banda Aceh, pengungkapan jaringan prostitusi online ini, petugas unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta mengamankan seorang diduga germo alias mucikari ia diamankan dari hotel tempatnya mengantar dua wanita kepada pelanggan. Namun unsur pasal penerapan prostitusi online ini Undang–undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pornografi diatur dalam Pasal 30 jo. Pasal 4 ayat (2), Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 serta Pasal 2 dan 12 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sedangkan di Aceh memiliki aturan yang terdapat dalam Qanun Aceh Nomor. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat sebagai perbuatan khlawat dan zina.
Penelitian ini bertujuan menjelaskan penghambat Qanun Jinayat belum dapat diterapkan kepada pelaku tindak pidana prostitusi online di Banda Aceh, menjelaskan faktor penyebab proses hukum terhadap kasus prostitusi online berdasarkan Qanun Jinayat, dan menjelaskan upaya penanggulangan kepada kasus prostitusi online dapat diproses berdasarkan Qanun Jinayat.
Penelitian ini penelitian yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan pengakajian keberlakuan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini berlangsung dari tahun Juni 2020 sampai Juni 2021. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan menelaah dokumen serta perndang-undangan terkait dengan penelitian ini. Selanjutnya data diolah dan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, Qanun Jinayat belum dapat diterapkan kepada pelaku tindak pidana prostitusi online di Banda Aceh karena Qanun Hukum Acara Jinayat tidak memberikan penjelasan prosedural pembuktian ini, mengingat penyidik juga berasal dari Polri dan PPNS yang mana juga aparat penegak hukum nasional. Ini menjadi landasan yang kuat bagi aparat penegak hukum dalam untuk menjerat pelaku menggunakan peraturan perudang-udangan yang sifatnya itu Nasional dan juga dikualifikasikan sebagai perbuatan Cyber Crime atau kejahatan melalui jaringan internet atau lebih khusunya dikenal dengan istilah Cyber Prostitution dengan sarana media sosial seperti, facebook, instagram, telegram, dan whatapps telah memberikan maslaah baru dalam penerapan hukum di Indonesia. Faktor penyebab tidak dilanjuti proses hukum terhadap kasus prostitusi online berdasarkan Qanun Jinayat yaitu, dipangaruhi oleh faktor qanun yang belum memuat subtansi penanganan pelanggaran Syariat Islam secara digital, kewenangan penegak hukum Syariat Islam dialihkan menjadi hukum umum disebabkan kasus prostitusi ini juga harus mensyaratkan saksi sebanyak 4 orang yang mana ini telah ditegaskan dalam Qanun Jinayat, sarana dan prasarana dalam penegakan hukum seperti, mobilititas sebagai penggerak dalam penegakan hukum prostitusi online yang minim. Alat pembuktian yang tidak ada, karena perbuatan ini merupakan tidak pidana dengan modus terbaru, dan kesadaran masyarakat dalam memberantas tindak pidana khalwat khususnya protitusi yang biasanya terjadi di hotel-hotel Banda Aceh sebagai tempatnya. Upaya penanggulangan prostitusi online dapat diproses berdasarkan Qanun Jinayat, upaya pembentukan peraturan pelakasanan pembuktian secara digital dalam ruang lingkup Pemerintah Aceh dan Pemko Banda Aceh sebagai bentuk dalam memberantas khalwat, dan zina secara digital, Upaya untuk memberikan pemahaman hukum yang dalam terkait dengan media online kepada petugas dalam memberastas prostitusi online secara mendalam, agar tidak terjadinya tumpang tidih antara hukum nasinonal dengan kekhususan yang terdapat dalam Qanun Jinayat, dan Upaya penegakan hukum yaitu perlu adanya suatu sanksi yang tegas baik dari sisi hukum pidana maupun sanksi adat terhadap pelaku. Sehingga dengan adanya suatu sanksi yang tegas maka pelaku akan merasa jera terhadap tindakannya tersebut.
Diharapkan Pemerintah Aceh dapat mengambil sikap dengan tegas dalam penangan kasus-kasus melalui jaringan internet khsususnya prostitusi online dalam membangun kontruksi pemikiran hukum kepada aparat penegak hukum Islam di Aceh dalam penanganan perkara yang dapat dikualifikasikan sebagai pelanggara Syariat Islam seperti khalwat dan zina, sehingga tidak terjadinya pemahaman dualisme penerapan hukum.
Kata Kunci: Penerapan Hukum, Prostitusi Online, dan Kota Banda Aceh
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.