PENGULANGAN TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL MENURUT QANUN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT
Residivis merupakan pelaku tindak pidana yang mengulangi perbuatannya setelah mendapatkan sanksi pidana yang diputuskan oleh pengadilan. Pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana bukan tanpa alasan, melainkan untuk memberikan rasa perlindungan terhadap masyarakat. Pemberatan pidana bagi pengulangan tindak pidana menjadi sarana dalam menanggulangi kejahatan, namun ada sebagian tindak pidana yang tidak mencantumkan aspek pemberatan terhadap pengulangan tindak pidana, salah satunya dalam Pasal 46 Qanun No. 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang mengatur tindak pidana pelecehan seksual.
Tujuan dan kegunaan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengaturan residive dalam Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, dan menjelaskan bagaimana kendala yang di alami penegak hukum dalam memberikan tuntutan terhadap pelaku pengulangan tindak pidana yang sama, serta mengkaji bagaimana konsep yang seharusnya terhadap pelaku tindak pidana yang mengulangi kejahatannya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian yuridis normatif, yang mana pendekatan ini lebih mengkaji hukum sebagai norma yang diterapkan dalam masyarakat. Data yang diperoleh dalam penelitian ini melalui pengumpulan data yang dilakukan dengan mengkaji dan mengolah secara sistematis bahan-bahan kepustakaan serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Data-data yang diperoleh, kemudian dianalisa secara kualitatif normatif dengan melakukan analisa secara preskriptif. Penelitian ini tidak hanya menjelaskan tentang aturan yang ada, melainkan memberikan sebuah gambaran terkait ketentuan yang akan diterapkan untuk ke depan.
Hasil penelitian ditemukan bahwa dari beberapa tindak pidana yang di atur dalam Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, terdapat 6 tindak pidana yang di atur tentang pemberatan pidana bagi pelaku yang mengulangi tindak pidana, namun tidak terdapat pemberatan pidana bagi residive terhadap pelecehan seksual. Kedua, adanya kendala yang di alami oleh penegak hukum, salah satunya tidak memiliki alternative dalam menuntut, serta tidak memberikan keleluasaan bagi hakim dalam menentukan hukuman terberat bagi residive. Ketiga, adapun konsep pemberatan bagi pelaku pengulangan tindak pidana pelecehan seksual bisa dikenakan dengan pidana kumulatif, sehingga bukan hanya sanksi cambuk, namun juga adanya pidana penjara untuk memberikan aspek perlindungan terhadap masyarakat.
Disarankan dalam menanggulangi tindak pidana pelecehan seksual, yaitu harus menekankan pada aspek pemberatan pidana terhadap pengulangan tindak pidana yang berupa pidana penjara, sehingga keamanan yang didapatkan masyarakat dalam beraktivitas tanpa adanya ketakutan dari pelaku pelecehan seksual, serta diharapkan agar pengaturan Pasal khusus terkait pengulangan tindak pidana (residive) sebagai dasar pemberatan pidana, sehingga bisa mengurangi beberapa Pasal yang merumuskan tentang pengulangan jarimah yang disebutkan dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Kata Kunci: Residive, Pelecehan Seksual, Qanun
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.