REKONSEPTUALISASI KEWENANGAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM OTONOMI DAERAH BERDASARKAN PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (DT00057)
Sesuai dengan Pasal 18 UUD 1945 yang telah diamandemen, secara eksplisit menegaskan tentang pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsekwensi dari hal tersebut, mengharuskan adanya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan asas otonomi, daerah bisa mengatur dan mengurus sendiri, termasuk kewenangan pengelolaan sumber daya alam. Namun hal tersebut tidak bisa dilaksanakan karena antara lain; pertama, kewenangan daerah tidak diatur secara eksplisit di dalam UUD 1945. Pengaturan justru ada pada peraturan dibawahnya, yang kemudian melahirkan tafsir yang berbeda oleh pemerintah pusat. Kedua, adanya Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), Pengawasan dan Pembinaan di peraturan pelaksana dari otonomi daerah, justru menjadi pembatas kewenangan bagi daerah untuk bisa dilaksanakan. Termasuk pelaksanaan kewenangan pengelolaan sumber daya alam. Ketiga, prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan pembangunan berkelanjutan belum menjadi bagian utama dalam mendukung pelaksanaan kewenangan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam. Kondisi ini memperlihatkan bahwa otonomi daerah masih berada dalam ranah sentralistik, di mana kewenangan yang seharusnya bisa dilaksanakan secara strategis dan efektif oleh daerah tetap tidak bisa dilaksanakan. Akibatnya kerusakan sumber daya alam terus terjadi, sebagai dampak dari pelaksanaan kewenangan yang tidak mengacu pada prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan berkelanjutan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kewenangan pengelolaan sumber daya alam dalam Otonomi Daerah di Indonesia dengan berbagai perkembangan. Selanjutnya, kewenangan pengelolaan sumber daya alam dianalisis dengan mengacu pada prinsip-prinsip Good Governance dan Pembangunan Berkelanjutan. Pada akhirnya mengkonsep ulang kewenangan pengelolaan sumber daya alam tersebut berdasarkan Prinsip-prinsip Tata Pemerintahan yang Baik dan Pembangunan Berkelanjutan.
Metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode hukum normatif. Secara substansi, penelitian diarahkan untuk melihat hukum seperti yang dituliskan atau dikonsepkan sebagai norma, atau kaidah yang menjadi acuan bagi masyarakat. Metode ini, juga menggunakan beberapa pendekatan antara lain; pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan sejarah, pendekatan perbandingan serta pendekatan analisis.
Hasil penelitian menunjukkan, pertama; kewenangan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dalam pelaksanaan otonomi daerah tidak diatur secara eksplisit di dalam berbagai undang-undang dasar atau konstitusi yang pernah ada di Indonesia. Kewenangan justru diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Seharusnya kewenangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengaturan otonomi daerah, dan diatur dalam undang-undang dasar sehingga bisa menjadi norma hukum yang akan menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan daerah. Kedua, kewenangan pengelolaan sumber daya alam yang mengacu pada tata kelola pemerintahan yang baik dan pembangunan berkelanjutan haruslah memuat rinsip utama antara lain; transparansi, akuntabilitas, responsibility, supremasi hukum, partisipasi, kolaborasi, demokrasi, keadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Ketiga, konsep ideal kewenangan pengelolaan sumber daya alam dalam otonomi daerah di Indonesia harus diatur pada dua tataran yaitu undang-undang dasar atau konstitusi serta peraturan dibawahnya, yang tentunya tidak boleh bertentangan. Pada tataran pertama, perlu dilakukan amandemen UUD 1945 khususnya Pasal 18 dan Pasal 18A. Pada tataran kedua, adanya revisi peraturan yang mendukung amandemen UUD 1945. Revisi peraturan perundang-undangan yang menimbulkan tafsir yang berbeda-beda, penghapusan pembatasan kewenangan serta menyusun panduan bersama dalam pelaksanaan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan pembangunan berkelanjutan. Rekonseptualisasi bertujuan untuk mencegah terjadi dominasi, kesewenangan-wenangan dan penafsiran yang berbeda terkait kewenangan, khususnya pengelolaan sumber daya alam.
Direkomendasikan kapada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) untuk melakukan amandemen kelima terhadap UUD 1945 terkait BAB VI tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 18 dan pasal 18A. Pada pasal-pasal ini, perlu dilakukan rekonseptualisasi kewenangan pemerintahan daerah menyangkut tentang otonomi daerah di Indonesia. Direkomendasikan juga kepada pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR) untuk melakukan revisi terhadap undang-undang pelaksanaan otonomi daerah yang sejalan dengan amandemen UUD 1945. Adapun yang menjadi fokus revisi adalah pencabutan pasal-pasal yang terkait dengan pembatasan kewenangan antara lain NSPK, Pengawasan dan Pembinaan. Kepada Pemerintah Aceh direkomendasikan untuk mengambil inisiatif dan terobosan untuk membangun kebijakan daerah melalui qanun tentang kriteria dan indikator pelaksanaan kewenangan daerah yang menerapkan prinsip-prinsip pemerintah yang baik dan pembangunan berkelanjutan. Pemerintah Aceh juga didorong untuk melakukan Judial Review kepada Mahkamah Konstitusi terkait pencabutan pasal tentang NSPK, Pembinaan dan Pengawasan yang diatur di dalam undang-undang.
Kata Kunci: Pemerintah Daerah, SDA, Pengelolaan, Peraturan, Amandemen.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.