SENGKETA KEWENANGAN BPK DAN BPKP DALAM MENILAI DAN MENETAPKAN UNSUR KERUGIAN KEUANGAN NEGARA PADA TINDAK PIDANA KORUPSI
Dalam hal menilai dan menetapkan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi, BPK dan BPKP memiliki dasar hukum yang berbeda. BPK mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK yang menyebutkan bahwa BPK dapat menentukan kerugian negara berdasarkan hasil pemeriksaan. Sementara itu, BPKP mengacu pada Pasal 3 huruf e Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 menyebutkan bahwa BPKP memiliki kewenangan untuk audit penghitungan kerugian keuangan negara/daerah. Dalam hal terjadinya sengketa kewenangan antara BPK dan BPKP dalam menilai dan menetapkan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi, dapat diacu pada Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK yang menyebutkan bahwa sengketa kewenangan antara BPK dan lembaga negara lain diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dan sinergi antara BPK dan BPKP dalam menilai dan menetapkan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi untuk menjamin efektivitas penegakan hukum. Terjadinya dualisme hukum dalam hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara BPK dan BPKP dalam menentukan kerugian negara, yang kemudian dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menjelaskan peran BPK dan BPKP dalam menentukan kerugian keuangan negara dalam sistem peraturan perundang-undangan dan mengetahui lembaga yang berwenang dan yang tidak berwenang dalam penentuan kerugian keuangan negara agar hakim dapat menggunakannya sebagai pedoman dalam memberikan pertimbangan dalam kasus tindak pidana korupsi.
Metode dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dalam penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Sejarah, Pendekatan Konseptual, Pendekatan Politik,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran BPK dan BPKP dalam menentukan kerugian keuangan negara dalam sistem peraturan perundang-undangan sangat berbeda. BPK memiliki kewenangan untuk menentukan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi berdasarkan hasil pemeriksaan, sementara BPKP mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 untuk menilai dan menetapkan kerugian negara. Adapun kewenangan lembaga negara dalam menentukan kerugian tindak pidana korupsi menunjukkan bahwa BPK memiliki kewenangan untuk menentukan kerugian negara berdasarkan hasil pemeriksaan, sementara BPKP memiliki kewenangan untuk menilai dan menetapkan kerugian negara berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman oleh hakim dalam menyelesaikan sengketa kasus tindak pidana korupsi dengan mempertimbangkan kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Disarankan agar BPK dan BPKP meningkatkan koordinasi dan sinergi dalam menilai dan menetapkan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi serta memperkuat peran mereka dalam menangani kasus korupsi. Diperlukan interpretasi yang konsisten terhadap peraturan perundang-undangan dan pemerintah harus memberikan dukungan dan perlindungan terhadap lembaga penegak hukum. Selain itu, perlu meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini dapat mengurangi terjadinya kasus korupsi di Indonesia.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.