PENERAPAN KETENTUAN PASAL 73 AYAT 2 UNCLOS 1982 TERHADAP KAPAL ASING PELAKU ILLEGAL FISHING DI WILAYAH PERAIRAN ACEH DAN SUMATERA UTARA

PENERAPAN KETENTUAN PASAL 73 AYAT 2 UNCLOS 1982 TERHADAP KAPAL ASING PELAKU ILLEGAL FISHING DI WILAYAH PERAIRAN ACEH DAN SUMATERA UTARA
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
2023
26-07-2023
Indonesia
Banda Aceh
Perikanan--Undang-undang dan peraturan, Hukum laut, Fishery law and legislation--Indonesia, Maritime law
UNCLOS 1982, Hukum laut Internasional, Illegal fishing, Prompt Release
Skripsi
S1 Ilmu Hukum
Hukum Internasional (S1)
-
Ya

Ketentuan pasal 73 ayat 2 UNCLOS 1982 sebagai salah satu bentuk penegakan hukum negara pantai menyatakan bahwa kapal-kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus segera dibebaskan setelah diberikan suatu uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainnya. Namun pada kenyataannya, Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi UNCLOS 1982, bahkan sampai saat belum pernah menerapkan ketentuan yang dimaksud.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjelaskan faktor yang menyebabkan ketentuan Pasal 73 ayat 2 UNCLOS 1982 tidak dapat diterapkan terhadap kapal asing pelaku illegal fishing di wilayah Perairan Aceh dan Sumatera Utara dan untuk menjelaskan hambatan yang dihadapi pemerintah Provinsi Aceh dan pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam menerapkan ketentuan Pasal 73 ayat 2 UNCLOS 1982 di wilayah perairan kedua Provinsi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris yaitu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyaraka. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 2 faktor penyebab ketentuan Pasal 73 ayat 2 UNCLOS 1982 terhadap kapal asing pelaku illegal fishing di wilayah Perairan Aceh dan Sumatera Utara tidak dapat diterapkan, pertama karena tidak ada permohonan dari negara bendera kapal, dan kedua adalah tidak ada peraturan pelaksana yang dapat mengatur besaran jumlah uang jaminan yang sesuai. Selain itu terdapat pula 2 hambatan yang dihadapi Pemerintah Aceh dan Pemerintah Sumatera Utara dalam menerapkan ketentuan ini. Hambatan pertama sama dengan salah satu faktor penyebab tidak dapat diterapkannya ketentuan ini yaitu tidak adanya peraturan pelaksana yang mengatur jumlah uang jaminan yang sesuai. Tantangan kedua adalah berkaitan dengan sengketa batas wilayah di zona tumpang tindih di Selat Malaka yang dalam hal ini, Selat Malaka sendiri merupakan bagian dari perairan kedua provinsi.

Disarankan kepada pemerintah Aceh dan Sumatera Utara untuk terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar segera membentuk peraturan pelaksana yang dapat mengatur jumlah uang jaminan yang sesuai serta bagi pemerintah pusat agar segera menyelesaikan sengketa perbatasan di zona tumpang tindih di perairan Selat Malaka sehingga ketentuan prompt release tersebut dapat diberlakukan dan tidak ada kendala dalam pemberlakuannya di kemudian hari.

edit_page


Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.