PENERAPAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE OLEH KEJAKSAAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN NEGERI BIREUEN)

PENERAPAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE OLEH KEJAKSAAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN NEGERI BIREUEN)
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
2023
26-06-2023
Indonesia
Banda Aceh
Sistem Peradilan Pidana, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Criminal justice, Administration of, Restorative justice, Family violence--Law and legislation
Restorative justice, Keadilan Restoratif, Sistem peradilan pidana, Penghentian Penuntutan, Kekerasan dalam rumah tangga, KDRT
Tesis
S2 Ilmu Hukum
Hukum Pidana (S2)
-
Ya

Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) huruf b Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 menyatakan “penuntut umum memiliki kewenangan untuk menutup perkara demi kepentingan hukum, dan penyelesaiannya dilakukan di luar pengadilan dengan ketentuan apabila telah ada pemulihan keadaaan semula yang menggunakan pendekatan keadilan restorative sehingga dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga pendekatan Restorative justice diharapkan mampu mengembalikan keadaan korban tindak pidana sebelum peristiwa menimpa korban, dan tidak hanya memikirkan cara untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku. Walaupun demikian, Jaksa Penuntut Umum harus melihat kerugian yang timbul pada korban sebagai pertimbangan pelaksanaan restocative justice. Prinsip Restoractive Justice adalah proses penyelesaian tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku (tersangka) bersama-sama duduk dalam satu pertemuan untuk bersama-sama berbicara. Dalam praktiknya, penerapan prinsip Restoractive Justice dalam tindak pidana KDRT terdapat kendala yang dihadapi oleh Kejaksaan Negeri Bireun untuk mendamaikan pihak suami dan isteri.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Penerapan Konsep Restorative justice oleh Jaksa Penutut Umum dalam penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan hambatan serta upaya yang ditempuh dalam menerapkan konsep restorative justice oleh kejaksaan dalam penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer yang didapatkan melalui proses wawancara dengan responden dan informan.

Hasil penelitian yang diperoleh pada Kejaksaan Negeri Bireuen menunjukkan bahwa Penerapan Konsep Restorative justice oleh Jaksa Penutut Umum Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat diterapkan sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 mengenai penghentian penuntutan melalui upaya perdamaian, dan telah menjadi terobosan dalam menyelesaikan tindak pidana sesuai dengan konsep penerapan Restorative Justice yang harus memenuhi unsur sesuai dengan ketentuam pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari RP. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah), dan telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dengan tersangka. Hambatan dalam menerapkan konsep restorative justice oleh kejaksaan dalam penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga adalah sulitnya untuk membujuk kedua belah pihak pada saat pelaksanaan restorative justice tersebut. Kedua belah pihak sulit menurunkan amarah baik dari pelaku maupun dari korban. Hal ini tampak ketika dilakukan penghentian penuntutan, kedua belah pihak tidak bersedia untuk berdamai, tidak ditemukannya sebuah kesepakatan diantara dua pendapat para pihak membuat penghentian penuntutan tidak akan bisa dilaksanakan. Hambatan kedua yang dialami pihak Kejaksaan Bireuen dalam pelaksanaan Restorative justice pada tindak pidana KDRT adalah kesulitan untuk menemukan titik tengah di antara pelaku dan korban. Kemudian ada juga hambatan manajemen waktu yang akhirnya baru selesai pada panggilan keempat, di samping itu terdapat pula hambatan lain mengenai belum tersedianya tempat atau ruangan khusus yang dapat digunakan sebagai tempat melakukan mediasi pada program restorative justice dikarenakan adanya program restorative justice juga termasuk kegiatan yang baru dilaksanakan pada wilayah hukum Kejaksaan Negeri Bireuen. Dalam hal ini pihak Kejaksaan Negeri Bireuen menggunakan pendekatan emosional antara pihak pelaku dan korban. Upaya ini dilakukan oleh Penuntut umum dengan meyakinkan korban maupun pelaku dalam konsultasi pada mediasi yang diterapkan sebagai upaya memenuhi syarat penerapan program restorative justice yakni kesepakatan perdamaian.

Disarankan kepada pihak Kejaksaan untuk melaksanakan restorative justice terhadap kasus KDRT secara optimal berdasarkan peraturan yang sudah ada dengan melibatkan kultur hukumpartisipasi masyarakat serta substansi hukum yang mengakomodir pelaksanaan keadilan restorative secara lengkap dan memaksimalkan fasilitas Restorative justice khusus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, dikarenakan rumah tangga merupakan ranah privat sehingga selain melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga di sisi lain, juga punya tujuan untuk memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Disarankan kepada pasangan suami isteri yang terlibat KDRT agar bersedia untuk diselesaikan melalui mekanisme mediasi, agar terwujudnya keadilan diantara kedua belah pihak.

Kata Kunci: Restorative Justice, Kejaksaan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

edit_page


Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.