PERCERAIAN AKIBAT PERSELINGKUHAN SESAMA JENIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH NOMOR 21/Pdt.G/2023/PN Bna)

PERCERAIAN AKIBAT PERSELINGKUHAN SESAMA JENIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH NOMOR 21/Pdt.G/2023/PN Bna)
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
2024
15-02-2024
Indonesia
Banda Aceh
Perceraian, Divorce--Law and legislation
Perceraian
Studi Kasus
S1 Ilmu Hukum
Hukum Keperdataan (S1)
-
Ya

Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan menyebutkan “Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri”, kemudian dipertegas oleh Pasal 19 PP No. 9/1975 yang mengklasifikasikan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk bercerai karena perceraian bersifat limitatif. Namun, dalam Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 21/Pdt.G/2023/PN.Bna, hakim mengabulkan gugatan perceraian akibat perselingkuhan sesama jenis dengan pertimbangan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan jo Pasal 19 huruf f PP No. 9/1975 yang tidak memuat tentang perselingkuhan dengan sesama jenis.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pertimbangan hakim pada putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 21/Pdt.G/2023/PN Bna dalam mengabulkan perkara perceraian akibat perselingkuhan sesama jenis dan selanjutnya untuk menjelaskan bahwa putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 21/Pdt.G/2023/PN.Bna telah sesuai untuk menjamin kepastian hukum.

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif menggunakan pendekatan perundang-undangan, kasus dan analitis. Pengumpulan sumber data sekunder meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dilakukan melalui teknik studi dokumen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa putusan hakim sesuai dengan UU Perkawinan yang berlandaskan pada Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan jo Pasal 19 huruf f PP No. 9/1975 sebagai dasar putusan dengan menambahkan alasan terkait perilaku menyimpang dari Tergugat sebagai alasan yang menguatkan dan diperkuat oleh yurisprudensi yaitu penetapan Pengadilan Agama Kayuagung pada 22 April 2019 yang memutus perkara perceraian akibat Tergugat sakit homo. Dalam menjalankan tugasnya, hakim mengikuti prinsip UU Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa hakim harus menemukan atau menciptakan hukum agar tidak menolak perkara yang belum memiliki hukumnya. Dengan melakukan penafsiran terhadap peraturan perundang-undangan yang tidak lengkap, hakim dapat memberikan kepastian hukum dan memastikan putusannya relevan serta diterima oleh masyarakat.

Disarankan bagi hakim dalam memutus persoalan perceraian harus memiliki pertimbangan yang kuat dan cermat untuk menghindari ketidakpastian hukum bagi para pihak. Dan sudah seharusnya bagi pemerintah Indonesia merevisi ataupun menambahkan aturan terbaru dalam UU Perkawinan sesuai dengan kebutuhan zaman.

edit_page


Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.