PENYELESAIAN MEDIASI PERKARA PIDANA ADUAN DAN KAITANNYA DENGAN TUJUAN HUKUM (STUDI KASUS DI PROVINSI ACEH) (DT00072)
Penyelesaian pidana aduan di Aceh dari sistem peradilan pidana secara Litigasi (KUHAP) atau Dass Sollen kepada penyelesaian mediasi secara Non Litigasi atau Dassein. (KUHAP) atau Dass Sollen penyelesaian sesuai aturan hukum. Penyelesaian mediasi secara Non Litigasi atau Dassein, suatu penyelesaian tidak sesuai hukum yang berlaku melainkan memilih sarana Mediasi. Tindak pidana diselesaikan terdiri pencemaran nama baik, pornografi, perzinahan, kekerasan dalam rumah tangga dan tindak pidana lainnya. UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI Pasal 18 (1) dan (2) Polri memiliki hak diskresi. KUHPidana baru Pasal 2 dan Pasal 132 huruf g mengakui living law dan penuntutan menjadi gugur apabila telah ada penyelesaian di luar proses peradilan. Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang penyelesaian kasus secara Restorative Justice, Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat-Istiadat. Kasus tidak hanya kategori delik aduan, namun tindak pidana umum sering dilakukan mediasi guna mencarikan solusi tepat penyelesaiannya. Fenomena tersebut menarik diteliti secara komprehensif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses penyelesaian perkara pidana melalui mediasi, serta implikasi hukumnya dalam masyarakat. Fokusnya adalah pada kasus-kasus pidana aduan yang diselesaikan di luar pengadilan melalui mediasi. Penelitian juga bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana metode mediasi dapat mencapai tujuan hukum, memberikan manfaat, dan menimbulkan rasa keadilan.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris, yang melibatkan penerapan atau implementasi hukum normatif secara langsung terhadap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Bahan yang digunakan meliputi bahan hukum primer seperti wawancara atau observasi langsung ke objek penelitian, bahan hukum sekunder seperti buku, data, atau karya tulis, dan bahan hukum tertier seperti Wikipedia atau panduan lainnya. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan deskriptif, dengan menggunakan teori yang relevan untuk membantu dalam interpretasi temuan penelitian.
Berikut hasil penelitian yang menggambarkan berbagai temuan yang signifikan. Pertama, penelitian menunjukkan bahwa proses mediasi yang dijalankan oleh Satuan Reserse Kriminal di 8 Polres di bawah Polda Aceh telah berhasil mencapai tujuan hukum dalam aspek kemanfaatan dan keadilan. Namun, masih terdapat kekurangan dalam aspek kepastian hukum, terutama dalam penyelesaian kasus pidana umum yang tidak dapat diselesaikan melalui mediasi. Kedua, hasil penelitian tidak mengindikasikan adanya implikasi hukum yang negatif di masyarakat terkait dengan penyelesaian perkara pidana melalui mediasi. Para pihak yang terlibat dalam proses mediasi merasa puas karena perkara mereka tidak berlanjut ke peradilan. Ketiga, meskipun penyelesaian kasus pidana melalui mediasi telah dilakukan, belum ada metode yang sistematis yang diatur dalam perundang-undangan. Hal ini menunjukkan perlunya pembentukan aturan yang jelas mengenai mekanisme mediasi dalam penyelesaian kasus pidana.
Berdasarkan dari temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa mediasi efektif dalam mencapai tujuan hukum, terutama dalam hal kemanfaatan dan keadilan. Selain itu, proses mediasi tidak menimbulkan masalah hukum, tetapi lebih pada peningkatan manfaat hukum dan perasaan keadilan, seperti proses yang lebih cepat dan biaya yang lebih rendah. Oleh karena itu, disarankan agar pemerintah pusat mengatur mediasi oleh Tokoh Adat Aceh dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 untuk memberikan kepastian hukum. Tokoh Adat Aceh yang menjadi mediator harus mendapatkan pendidikan khusus mengenai mekanisme mediasi dan memperoleh sertifikat dari Mahkamah Agung atau lembaga yang diakui olehnya. Selain itu, diperlukan norma khusus mengenai tata cara dan prosedur penyelesaian delik aduan maupun delik biasa melalui mediasi.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.