PRAKTIK PERJANJIAN GALA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADAT DI GAMPONG TUMBO BARO, KECAMATAN KUTA MALAKA, KABUPATEN ACEH BESAR
Perjanjian gala di Gampong Tumbo Baro terdiri atas bentuk lisan dan menggunakan surat perjanjian. Perjanjian tersebut ada yang memiliki tenggat waktu dan tanpa tenggat waktu. Walaupun terdapat tenggat waktu, pihak pemberi gala seringkali tidak dapat menebus kembali karena harga pinjaman (emas) kian naik setiap harinya. Dampaknya adalah transaksi gala tidak kadaluwarsa sampai terbayarkan jumlah jaminan yang sama, dan penerima gala memiliki hak atas objek gala. Ketidakjelasan mekanisme dalam perjanjian ini dapat menimbulkan masalah. Meskipun demikian, Gala tetap menjadi solusi ekonomi bagi masyarakat di Gampong Tumbo Baro.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang praktik perjanjian gala yang dilaksanakan para pihak di Gampong Tumbo Baro, untuk menjelaskan mekanisme penyelesaian perselisihan dalam praktik gala, dan untuk menjelaskan bentuk perjanjian gala yang ideal untuk kondisi saat ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-empiris. Data dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian lapangan dengan melakukan wawancara bersama responden dan informan. Data sekunder diperoleh dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan jurnal.
Praktik perjanjian gala di Gampong Tumbo Baro dilakukan secara lisan yang mencakup objek jaminan, jumlah pinjaman dalam bentuk emas, jangka waktu, dan hak pemanfaatan objek. Penyelesaian perselisihan menyangkut gala diselesaikan melalui mediasi dan majelis peradilan adat yang kadangkala berujung penjualan objek gala. Perjanjian yang ideal untuk kondisi saat ini ialah dalam bentuk tertulis dengan penentuan tenggat waktu yang ditandatangani oleh pihak terkait dan dilaporkan kepada aparat gampong.
Disarankan kepada para pihak agar membuat tenggat waktu penebusan objek gala guna menghindari perselisihan di kemudian hari. Disarankan kepada para pihak dalam hal penyelesaian perselisihan yang terjadi agar menyelesaikannya melalui negosiasi terlebih dahulu, jika tidak selesai maka menggunakan jalur mediasi dan Majelis Peradilan Adat. Disarankan kepada pemerintah agar menata ulang skema perjanjian gala sesuai dengan nilai-nilai adat yang menjunjung tinggi nilai Syariat Islam sehingga praktik gala ini bermanfaat bagi kedua belah pihak.
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.