TANGGUNGJAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA HIBAH WASIAT MELEBIHI SEPERTIGA HARTA WARIS (PENELITIAN DI MAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS KOTA BANDA ACEH)
Akta hibah wasiat merupakan salah satu jenis akta autentik yang dibuat oleh notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna di pengadilan. Idealnya, pembuatan akta hibah wasiat dilaksanakan dengan tertib hukum, salah satunya tidak melebihi 1/3 (sepertiga) harta benda penghibah sebagaimana diatur dalam Pasal 210 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Pasal 726 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Pada praktiknya, justru banyak muncul gugatan pembatalan akta hibah wasiat di Mahkamah Syar’iyah atas dasar objek harta hibah wasiat dalam akta tersebut melebihi 1/3 (sepertiga) harta benda penghibah. Untuk itu, notaris yang membuat akta hibah wasiat melebihi 1/3 harta tentu mempunyai alasan tersendiri.
Pembuatan akta hibah wasiat tersebut akan berdampak pada status dan kedudukan akta hibah wasiat, serta tanggung jawab dan beban hukum yang dapat ditetapkan kepada notaris.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini hendak mengetahui dan menganalisis faktor penyebab notaris membuat akta hibah wasiat melebihi 1/3 harta waris, kemudian untuk menganalisis kedudukan hukum pembuatan akta hibah wasiat oleh notaris yang melebihi sepertiga (1/3) harta waris, dan menganalisis pertanggungjawaban notaris terkait pembuatan harta hibah wasiat yang melebihi sepertiga (1/3) harta.
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif, adapun jenis atau tipe penelitian yaitu penelitian hukum empiris, yakni meneliti secara langsung suatu gejala hukum, khususnya pelaksanaan jabatan notaris dalam pembuatan akta hibah. Data penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, dengan teknik wawancara, studi dokumentasi, dan penelusuran kepustakaan. Adapun sifat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah descriptive-analysis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab notaris membuat akta hibah wasiat melebihi 1/3 harta karena dua alasan. Pertama, tidak adanya aturan yang tegas dalam UUJN, KHI, KHES, dan peraturan lainnya yang mengatur pelarangan notaris membuat akta melebihi 1/3 (sepertiga). Kedua, pembuatan akta hibah wasiat oleh notaris dilakukan hanya berdasarkan pada pengakuan penghibah. Keterangan penghibah juga diperkuat dengan surat pernyataan pengakuan bahwa harta yang dihibah wasiatkan itu tidak melebihi 1/3 (sepertiga). Jadi, notaris tidak punya kewenangan dalam memastikan kebenaran pengakuan penghibah. Akta hibah wasiat dipandang batal demi hukum apabila penghibah jujur kepada notaris bahwa harta yang dihibahkan itu melebihi 1/3, pada saat bersamaan notaris tetap membuat akta hibah wasiat. Akta hibah wasiat dipandang sah apabila penghibah dengan tidak jujur menerangkan jumlah hibah. Terhadap masalah ini, notaris yang terbukti sengaja membuat akta hibah wasiat melebihi 1/3 harta bertanggung jawab terhadap tindakannya, Majelis Pengawas Daerah dapat menetapkan sanksi bersifat administratif sebagaimana diatur dalam UUJN.
Berdasarkan temuan dan hasil penelitian tersebut, maka direkomendasikan agar notaris melaksanakan semua kewajiban yang ditetapkan UUJN, melaksanakan semua kode etik notaris dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam pembuatan akta hibah wasiat. Bagi MPD, perlu melakukan pengawasan berkala dan kontinu terhadap notaris. Diperlukan adanya kebijakan hukum terkait skema pengawasan dan skema penindakan kepada notaris yang melanggar kode etik dan kewajiban hukum yang ditetapkan dalam UUJN. Selain itu, perlu ada aturan khusus terkait tata cara dalam pembuatan akta hibah wasiat, sehingga memberikan kemudian dalam pembuatan akta hibah wasiat.
Kata Kunci: Tanggungjawab, Notaris, Akta Hibah Wasiat, Sepertiga
edit_page
Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.