KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENGHABISKAN HARTA WARISAN DI INDONESIA (STUDI TERHADAP YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA) (DT00086)

KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENGHABISKAN HARTA WARISAN DI INDONESIA (STUDI TERHADAP YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA) (DT00086)
Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
2024
30-08-2024
Indonesia
Banda Aceh
Hukum Waris, Inheritance and succession
Hukum waris, Ahli waris perempuan, Anak perempuan
Disertasi
S3 Ilmu Hukum
Ilmu Hukum (S3)
Ya
-

Perkembangan hukum kewarisan di Indonesia dewasa ini mengalami kemajuan yang cukup penting bagi kedudukan anak perempuan sebagai ahli waris di dalam menerima harta warisan. Telah terjadi pembaruan hukum di mana anak perempuan dapat menjadi mahjub (penghalang) bagi saudara pewaris dalam menerima warisan. Putusan kewarisan dalam lingkup peradilan agama terkait pembaruan hukum tersebut diatas telah menjadi yurisprudensi. Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam beberapa putusannya antara lain putusan Nomor 86 K/AG/1994 tanggal 27 Juli 1995; Putusan Nomor 184 K/AG/1995 tanggal 30 September 1996, Putusan Nomor 122 K/AG/1995 tanggal 30 April 1996, Putusan Nomor 218 K/AG/1993 tanggal 26 Juli 1996, Putusan Nomor : 327 K/AG/1997 tanggal 26 Februari 1998, dan Putusan Nomor 241 K/AG/2002; menetapkan anak perempuan dapat menghijab saudara pewaris dalam menerima harta warisan, dan anak perempuan dapat menghabiskan seluruh harta warisan. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut berbeda dengan ketentuan yang terlegalitas dalam Al-Qur’an, fikih Sunni maupun Kompilasi Hukum Islam di mana anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, jika dua orang atau lebih mendapatkan dua pertiga bagian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji, menganalisis dan menjelaskan kedudukan anak perempuan sebagai ahli waris menurut ketentuan Hukum Islam di Indonesia, mengkaji, menganalisis dan menjelaskan logika yuridis Mahkamah Agung Republik Indonesia memutuskan anak perempuan dapat menghabiskan harta warisan, dan juga mengkaji, menganalisis dan menjelaskan dampak putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap posisi anak perempuan dalam menghabiskan harta warisan.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan historis (historical approach), dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library research), mengadakan penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, jurnal ilmu hukum, buku-buku ilmiah, hasil penelitian ilmiah dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan obyek yang diteliti. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian normatif ini dilakukan dengan studi dokumentasi terhadap bahan-bahan penelitian yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier yang terkait dengan penelitian ini. Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier semua informasi dari berbagai sumber yang dihimpun akan dianalisis secara yuridis normatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan dalam ketentuan hukum Islam dapat menghabiskan harta warisan. Anak perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan anak laki-laki sehingga dapat menghijab saudara pewaris baik laki-laki maupun perempuan. Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam pertimbangan hukumnya berpendapat selama ada anak baik laki-laki maupun perempuan, maka hak waris dari orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris kecuali orang tua, suami atau isteri menjadi tertutup/terhijab. Mahkamah Agung Republik Indonesia mengatakan bahwa pendapat ini sejalan dengan pendapat Ibnu Abbas, salah seorang ahli tafsir di kalangan Sahabat Nabi dalam menafsirkan kata “walad” pada ayat 176 surat an- Nisa’ yang berpendapat pengertiannya mencakup baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Mahkamah Agung Republik Indonesia mempertimbangkan anak perempuan sama dengan anak laki-laki, setidaknya dari kekuatan anak perempuan untuk menghijab saudari/saudara pewaris dari pembagian harta warisan. Ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia memandang kasus ini sebagai titik tolak yang bisa dipakai untuk memberikan respons positif terhadap kebutuhan akan kesetaraan dalam kewarisan Islam. Meskipun anak perempuan tidak memiliki posisi yang sama dengan anak laki-laki dalam penghitungan bagian warisan, namun ketiadaan anak laki-laki akan berarti bahwa anak perempuan dapat mengambil seluruh harta warisan, karena kerabat yang lain berada pada posisi yang lebih lemah. Pertimbangan utama dalam pembagian harta warisan yang dilakukan hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia bukanlah jenis kelamin, akan tetapi sejauh mana kedekatan posisi hubungan darah ahli waris dengan pewaris. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut memberi dampak yang sangat penting, karena melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia telah melakukan pembaruan hukum waris Islam dari seorang anak perempuan menerima separuh bagian, dua orang atau lebih mendapat dua pertiga bagian, menuju anak perempuan menerima seluruh harta warisan. Hakim memiliki kewenangan untuk menafsirkan ketentuan-ketentuan hukum yang telah ada, yang dianggap tidak relevan dengan perubahan zaman, dan tidak mampu menciptakan keadilan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Hukum secara empirik bukan merupakan hal yang statis, tetapi selalu mengikuti perubahan masyarakat, oleh sebab itu disarankan kepada hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, memahami dan mengikuti nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menetapkan “Anak perempuan dapat menghabiskan harta warisan” diharapkan dapat menyebarkan cita-cita kewarisan nasional, karena menurut norma-norma hukum nasional, keadilan yang tak memandang perbedaan kelamin adalah salah satu kriteria terpenting dalam pembagian harta warisan yang adil. Prinsip ini bisa diwujudkan jika hakim-hakim Agung dan hakim-hakim agama mau membawa praktik kewarisan Islam segaris dengan norma-norma hukum nasional, menjadikannya sebagai rujukan dalam konteks perundang-undangan di Indonesia.

Disarankan kepada hakim-hakim agama agar mengikuti putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam mengadili perkara yang serupa, dan menetapkan anak perempuan dapat menghabiskan harta warisan dan menghijab saudara pewaris untuk mendapat warisan. Disamping itu juga disarankan kepada pemerintah sebagai pembuat peraturan perundang-undangan agar yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menetapkan anak perempuan dapat menghabiskan harta warisan mempunyai kekuatan hukum, untuk dapat dimasukkan menjadi bahan pembuatan Undang-Undang Kewarisan Nasional.

Kata kunci : Anak perempuan; menghabiskan warisan; interpretasi; keadilan.

edit_page


Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.